Selasa, 11 Maret 2014

Indonesia Punya 8 Presiden Bukan 6



Indonesia Punya 8 Presiden Bukan 6
Presiden Pertama, Ir. Soekarno (1945-1966)

Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika..
Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar. Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar “Ir” pada 25 Mei 1926.
Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.
Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.
Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.
Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.
Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai “Pahlawan Proklamasi”
Presiden Kedua, Soeharto (1966-1998)
Soeharto adalah Presiden kedua Republik Indonesia. Beliau lahir di Kemusuk, Yogyakarta, tanggal 8 Juni 1921. Bapaknya bernama Kertosudiro seorang petani yang juga sebagai pembantu lurah dalam pengairan sawah desa, sedangkan ibunya bernama Sukirah.
Soeharto masuk sekolah tatkala berusia delapan tahun, tetapi sering pindah. Semula disekolahkan di Sekolah Desa (SD) Puluhan, Godean. Lalu pindah ke SD Pedes, lantaran ibunya dan suaminya, Pak Pramono pindah rumah, ke Kemusuk Kidul. Namun, Pak Kertosudiro lantas memindahkannya ke Wuryantoro. Soeharto dititipkan di rumah adik perempuannya yang menikah dengan Prawirowihardjo, seorang mantri tani.
Sampai akhirnya terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah pada tahun 1941. Beliau resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Pada tahun 1947, Soeharto menikah dengan Siti Hartinah seorang anak pegawai Mangkunegaran.
Perkimpoian Letkol Soeharto dan Siti Hartinah dilangsungkan tanggal 26 Desember 1947 di Solo. Waktu itu usia Soeharto 26 tahun dan Hartinah 24 tahun. Mereka dikaruniai enam putra dan putri; Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih.
Jenderal Besar H.M. Soeharto telah menapaki perjalanan panjang di dalam karir militer dan politiknya. Di kemiliteran, Pak Harto memulainya dari pangkat sersan tentara KNIL, kemudian komandan PETA, komandan resimen dengan pangkat Mayor dan komandan batalyon berpangkat Letnan Kolonel.
Pada tahun 1949, dia berhasil memimpin pasukannya merebut kembali kota Yogyakarta dari tangan penjajah Belanda saat itu. Beliau juga pernah menjadi Pengawal Panglima Besar Sudirman. Selain itu juga pernah menjadi Panglima Mandala (pembebasan Irian Barat).
Tanggal 1 Oktober 1965, meletus G-30-S/PKI. Soeharto mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Selain dikukuhkan sebagai Pangad, Jenderal Soeharto ditunjuk sebagai Pangkopkamtib oleh Presiden Soekarno. Bulan Maret 1966, Jenderal Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret dari Presiden Soekarno. Tugasnya, mengembalikan keamanan dan ketertiban serta mengamankan ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.
Karena situasi politik yang memburuk setelah meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS, Maret 1967, menunjuk Pak Harto sebagai Pejabat Presiden, dikukuhkan selaku Presiden RI Kedua, Maret 1968. Pak Harto memerintah lebih dari tiga dasa warsa lewat enam kali Pemilu, sampai ia mengundurkan diri, 21 Mei 1998.
residen RI Kedua HM Soeharto wafat pada pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008. Jenderal Besar yang oleh MPR dianugerahi penghormatan sebagai Bapak Pembangunan Nasional, itu meninggal dalam usia 87 tahun setelah dirawat selama 24 hari (sejak 4 sampai 27 Januari 2008) di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta.
Berita wafatnya Pak Harto pertama kali diinformasikan Kapolsek Kebayoran Baru, Kompol. Dicky Sonandi, di Jakarta, Minggu (27/1). Kemudian secara resmi Tim Dokter Kepresidenan menyampaikan siaran pers tentang wafatnya Pak Harto tepat pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008 di RSPP Jakarta akibat kegagalan multi organ.
Kemudian sekira pukul 14.40, jenazah mantan Presiden Soeharto diberangkatkan dari RSPP menuju kediaman di Jalan Cendana nomor 8, Menteng, Jakarta. Ambulan yang mengusung jenazah Pak Harto diiringi sejumlah kendaraan keluarga dan kerabat serta pengawal. Sejumlah wartawan merangsek mendekat ketika iring-iringan kendaraan itu bergerak menuju Jalan Cendana, mengakibatkan seorang wartawati televisi tertabrak.
Di sepanjang jalan Tanjung dan Jalan Cendana ribuan masyarakat menyambut kedatangan iringan kendaraan yang membawa jenazah Pak Harto. Isak tangis warga pecah begitu rangkaian kendaraan yang membawa jenazah mantan Presiden Soeharto memasuki Jalan Cendana, sekira pukul 14.55, Minggu (27/1).
Seementara itu, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sejumlah menteri yang tengah mengikuti rapat kabinet terbatas tentang ketahanan pangan, menyempatkan mengadakan jumpa pers selama 3 menit dan 28 detik di Kantor Presiden, Jakarta, Minggu (27/1). Presiden menyampaikan belasungkawa yang mendalam atas wafatnya mantan Presiden RI Kedua Haji Muhammad Soeharto.
Presiden Ketiga, Habibie (1998-1999)

Presiden ketiga Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936. Beliau merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan RA. Tuti Marini Puspowardojo. Habibie yang menikah dengan Hasri Ainun Habibie pada tanggal 12 Mei 1962 ini dikaruniai dua orang putra yaitu Ilham Akbar dan Thareq Kemal.
Masa kecil Habibie dilalui bersama saudara-saudaranya di Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Sifat tegas berpegang pada prinsip telah ditunjukkan Habibie sejak kanak-kanak. Habibie yang punya kegemaran menunggang kuda ini, harus kehilangan bapaknya yang meninggal dunia pada 3 September 1950 karena terkena serangan jantung. Tak lama setelah bapaknya meninggal, Habibie pindah ke Bandung untuk menuntut ilmu di Gouvernments Middlebare School. Di SMA, beliau mulai tampak menonjol prestasinya, terutama dalam pelajaran-pelajaran eksakta. Habibie menjadi sosok favorit di sekolahnya.
Setelah tamat SMA di bandung tahun 1954, beliau masuk Universitas Indonesia di Bandung (Sekarang ITB). Beliau mendapat gelar Diploma dari Technische Hochschule, Jerman tahun 1960 yang kemudian mendapatkan gekar Doktor dari tempat yang sama tahun 1965. Habibie menikah tahun 1962, dan dikaruniai dua orang anak. Tahun 1967, menjadi Profesor kehormatan (Guru Besar) pada Institut Teknologi Bandung.
Langkah-langkah Habibie banyak dikagumi, penuh kontroversi, banyak pengagum namun tak sedikit pula yang tak sependapat dengannya. Setiap kali, peraih penghargaan bergengsi Theodore van Karman Award, itu kembali dari “habitat”-nya Jerman, beliau selalu menjadi berita. Habibie hanya setahun kuliah di ITB Bandung, 10 tahun kuliah hingga meraih gelar doktor konstruksi pesawat terbang di Jerman dengan predikat Summa Cum laude. Lalu bekerja di industri pesawat terbang terkemuka MBB Gmbh Jerman, sebelum memenuhi panggilan Presiden Soeharto untuk kembali ke Indonesia.
Di Indonesia, Habibie 20 tahun menjabat Menteri Negara Ristek/Kepala BPPT, memimpin 10 perusahaan BUMN Industri Strategis, dipilih MPR menjadi Wakil Presiden RI, dan disumpah oleh Ketua Mahkamah Agung menjadi Presiden RI menggantikan Soeharto. Soeharto menyerahkan jabatan presiden itu kepada Habibie berdasarkan Pasal 8 UUD 1945. Sampai akhirnya Habibie dipaksa pula lengser akibat refrendum Timor Timur yang memilih merdeka. Pidato Pertanggungjawabannya ditolak MPR RI. Beliau pun kembali menjadi warga negara biasa, kembali pula hijrah bermukim ke Jerman.
Sebagian Karya beliau dalam menghitung dan mendesain beberapa proyek pembuatan pesawat terbang :
* VTOL ( Vertical Take Off & Landing ) Pesawat Angkut DO-31.
* Pesawat Angkut Militer TRANSALL C-130.
* Hansa Jet 320 ( Pesawat Eksekutif ).
* Airbus A-300 ( untuk 300 penumpang )
* CN – 235
* N-250
* dan secara tidak langsung turut berpartisipasi dalam menghitung dan mendesain:
• Helikopter BO-105.
• Multi Role Combat Aircraft (MRCA).
• Beberapa proyek rudal dan satelit.

Sebagian Tanda Jasa/Kehormatannya :
* 1976 – 1998 Direktur Utama PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara/ IPTN.
* 1978 – 1998 Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia.
* Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi / BPPT
* 1978 – 1998 Direktur Utama PT. PAL Indonesia (Persero).
* 1978 – 1998 Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam/ Opdip Batam.
* 1980 – 1998 Ketua Tim Pengembangan Industri Pertahanan Keamanan (Keppres No. 40, 1980)
* 1983 – 1998 Direktur Utama, PT Pindad (Persero).
* 1988 – 1998 Wakil Ketua Dewan Pembina Industri Strategis.
* 1989 – 1998 Ketua Badan Pengelola Industri Strategis/ BPIS.
* 1990 – 1998 Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-lndonesia/lCMI.
* 1993 Koordinator Presidium Harian, Dewan Pembina Golkar.
* 10 Maret – 20 Mei 1998 Wakil Presiden Republik Indonesia
* 21 Mei 1998 – Oktober 1999 Presiden Republik Indonesia

Presiden Keempat, Abdurrahman Wahid (1999-2001)

Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara yang dilahirkan di Denanyar Jombang Jawa Timur pada tanggal 4 Agustus 1940. Secara genetik Gus Dur adalah keturunan “darah biru”. Ayahnya, K.H. Wahid Hasyim adalah putra K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU)-organisasi massa Islam terbesar di Indonesia-dan pendiri Pesantren Tebu Ireng Jombang. Ibundanya, Ny. Hj. Sholehah adalah putri pendiri Pesantren Denanyar Jombang, K.H. Bisri Syamsuri. Kakek dari pihak ibunya ini juga merupakan tokoh NU, yang menjadi Rais ‘Aam PBNU setelah K.H. Abdul Wahab Hasbullah. Dengan demikian, Gus Dur merupakan cucu dari dua ulama NU sekaligus, dan dua tokoh bangsa Indonesia.
Pada tahun 1949, ketika clash dengan pemerintahan Belanda telah berakhir, ayahnya diangkat sebagai Menteri Agama pertama, sehingga keluarga Wahid Hasyim pindah ke Jakarta. Dengan demikian suasana baru telah dimasukinya. Tamu-tamu, yang terdiri dari para tokoh-dengan berbagai bidang profesi-yang sebelumnya telah dijumpai di rumah kakeknya, terus berlanjut ketika ayahnya menjadi Menteri agama. Hal ini memberikan pengalaman tersendiri bagi seorang anak bernama Abdurrahman Wahid. Secara tidak langsung, Gus Dur juga mulai berkenalan dengan dunia politik yang didengar dari kolega ayahnya yang sering mangkal di rumahnya.
Sejak masa kanak-kanak, ibunya telah ditandai berbagai isyarat bahwa Gus Dur akan mengalami garis hidup yang berbeda dan memiliki kesadaran penuh akan tanggung jawab terhadap NU. Pada bulan April 1953, Gus Dur pergi bersama ayahnya mengendarai mobil ke daerah Jawa Barat untuk meresmikan madrasah baru. Di suatu tempat di sepanjang pegunungan antara Cimahi dan Bandung, mobilnya mengalami kecelakaan. Gus Dur bisa diselamatkan, akan tetapi ayahnya meninggal. Kematian ayahnya membawa pengaruh tersendiri dalam kehidupannya.
Dalam kesehariannya, Gus Dur mempunyai kegemaran membaca dan rajin memanfaatkan perpustakaan pribadi ayahnya. Selain itu ia juga aktif berkunjung keperpustakaan umum di Jakarta. Pada usia belasan tahun Gus Dur telah akrab dengan berbagai majalah, surat kabar, novel dan buku-buku yang agak serius. Karya-karya yang dibaca oleh Gus Dur tidak hanya cerita-cerita, utamanya cerita silat dan fiksi, akan tetapi wacana tentang filsafat dan dokumen-dokumen manca negara tidak luput dari perhatianya. Di samping membaca, tokoh satu ini senang pula bermain bola, catur dan musik. Dengan demikian, tidak heran jika Gus Dur pernah diminta untuk menjadi komentator sepak bola di televisi. Kegemaran lainnya, yang ikut juga melengkapi hobinya adalah menonton bioskop. Kegemarannya ini menimbulkan apresiasi yang mendalam dalam dunia film. Inilah sebabnya mengapa Gu Dur pada tahun 1986-1987 diangkat sebagai ketua juri Festival Film Indonesia.
Masa remaja Gus Dur sebagian besar dihabiskan di Yogyakarta dan Tegalrejo. Di dua tempat inilah pengembangan ilmu pengetahuan mulai meningkat. Masa berikutnya, Gus Dur tinggal di Jombang, di pesantren Tambak Beras, sampai kemudian melanjutkan studinya di Mesir. Sebelum berangkat ke Mesir, pamannya telah melamarkan seorang gadis untuknya, yaitu Sinta Nuriyah anak Haji Muh. Sakur. Perkimpoiannya dilaksanakan ketika ia berada di Mesir.
Pengalaman Pendidikan
Pertama kali belajar, Gus Dur kecil belajar pada sang kakek, K.H. Hasyim Asy’ari. Saat serumah dengan kakeknya, ia diajari mengaji dan membaca al-Qur’an. Dalam usia lima tahun ia telah lancar membaca al-Qur’an. Pada saat sang ayah pindah ke Jakarta, di samping belajar formal di sekolah, Gus Dur masuk juga mengikuti les privat Bahasa Belanda. Guru lesnya bernama Willem Buhl, seorang Jerman yang telah masuk Islam, yang mengganti namanya dengan Iskandar. Untuk menambah pelajaran Bahasa Belanda tersebut, Buhl selalu menyajikan musik klasik yang biasa dinikmati oleh orang dewasa. Inilah pertama kali persentuhan Gu Dur dengan dunia Barat dan dari sini pula Gus Dur mulai tertarik dan mencintai musik klasik.
Setelah lulus dari Sekolah Dasar, Gus Dur dikirim orang tuanya untuk belajar di Yogyakarta. Pada tahun 1953 ia masuk SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) Gowongan, sambil mondok di pesantren Krapyak. Sekolah ini meskipun dikelola oleh Gereja Katolik Roma, akan tetapi sepenuhnya menggunakan kurikulum sekuler. Di sekolah ini pula pertama kali Gus Dur belajar Bahasa Inggris. Karena merasa terkekang hidup dalam dunia pesantren, akhirnya ia minta pindah ke kota dan tinggal di rumah Haji Junaidi, seorang pimpinan lokal Muhammadiyah dan orang yang berpengaruh di SMEP. Kegiatan rutinnya, setelah shalat subuh mengaji pada K.H. Ma’shum Krapyak, siang hari sekolah di SMEP, dan pada malam hari ia ikut berdiskusi bersama dengan Haji Junaidi dan anggota Muhammadiyah lainnya.
Setamat dari SMEP Gus Dur melanjutkan belajarnya di Pesantren Tegarejo Magelang Jawa Tengah. Pesantren ini diasuh oleh K.H. Chudhari, sosok kyai yang humanis, saleh dan guru dicintai. Kyai Chudhari inilah yang memperkenalkan Gus Dur dengan ritus-ritus sufi dan menanamkan praktek-praktek ritual mistik. Di bawah bimbingan kyai ini pula, Gus Dur mulai mengadakan ziarah ke kuburan-kuburan keramat para wali di Jawa. Pada saat masuk ke pesantren ini, Gus Dur membawa seluruh koleksi buku-bukunya, yang membuat santri-santri lain terheran-heran. Pada saat ini pula Gus Dur telah mampu menunjukkan kemampuannya dalam berhumor dan berbicara. Dalam kaitan dengan yang terakhir ini ada sebuah kisah menarik yang patut diungkap dalam paparan ini adalah pada acara imtihan-pesta akbar yang diselenggarakan sebelum puasa pada saat perpisahan santri yang selesai menamatkan belajar-dengan menyediakan makanan dan minuman dan mendatangkan semua hiburan rakyat, seperti: Gamelan, tarian tradisional, kuda lumping, jathilan, dan sebagainya. Jelas, hiburan-hiburan seperti tersebut di atas sangat tabu bagi dunia pesantren pada umumnya. Akan tetapi itu ada dan terjadi di Pesantren Tegalrejo.
Setelah menghabiskan dua tahun di pesantren Tegalrejo, Gus Dur pindah kembali ke Jombang, dan tinggal di Pesantren Tambak Beras. Saat itu usianya mendekati 20 tahun, sehingga di pesantren milik pamannya, K.H. Abdul Fatah, ia menjadi seorang ustadz, dan menjadi ketua keamanan. Pada usia 22 tahun, Gus Dur berangkat ke tanah suci, untuk menunaikan ibadah haji, yang kemudian diteruskan ke Mesir untuk melanjutkan studi di Universitas al-Azhar. Pertama kali sampai di Mesir, ia merasa kecewa karena tidak dapat langsung masuk dalam Universitas al-Azhar, akan tetapi harus masuk Aliyah (semacam sekolah persiapan). Di sekolah ia merasa bosan, karena harus mengulang mata pelajaran yang telah ditempuhnya di Indonesia. Untuk menghilangkan kebosanan, Gus Dur sering mengunjungi perpustakaan dan pusat layanan informasi Amerika (USIS) dan toko-toko buku dimana ia dapat memperoleh buku-buku yang dikehendaki.
Meski demikian, semangat belajar Gus Dur tidak surut. Buktinya pada tahun 1979 Gus Dur ditawari untuk belajar ke sebuah universitas di Australia guna mendapatkkan gelar doktor. Akan tetapi maksud yang baik itu tidak dapat dipenuhi, sebab semua promotor tidak sanggup, dan menggangap bahwa Gus Dur tidak membutuhkan gelar tersebut.
Perjalanan Karir
Sepulang dari pegembaraanya mencari ilmu, Gus Dur kembali ke Jombang dan memilih menjadi guru. Pada tahun 1971, tokoh muda ini bergabung di Fakultas Ushuludin Universitas Tebu Ireng Jombang. Tiga tahun kemudian ia menjadi sekretaris Pesantren Tebu Ireng, dan pada tahun yang sama Gus Dur mulai menjadi penulis. Ia kembali menekuni bakatnya sebagaii penulis dan kolumnis. Lewat tulisan-tulisan tersebut gagasan pemikiran Gus Dur mulai mendapat perhatian banyak. Djohan Efendi, seorang intelektual terkemuka pada masanya, menilai bahwa Gus Dur adalah seorang pencerna, mencerna semua pemikiran yang dibacanya, kemudian diserap menjadi pemikirannya tersendiri.
Pada tahun 1974 Gus Dur diminta pamannya, K.H. Yusuf Hasyim untuk membantu di Pesantren Tebu Ireng Jombang dengan menjadi sekretaris. Dari sini Gus Dur mulai sering mendapatkan undangan menjadi nara sumber pada sejumlah forum diskusi keagamaan dan kepesantrenan, baik di dalam maupun luar negeri. Selanjutnya Gus Dur terlibat dalam kegiatan LSM.
Pada tahun 1979 Gus Dur pindah ke Jakarta. Mula-mula ia merintis Pesantren Ciganjur. Sementara pada awal tahun 1980 Gus Dur dipercaya sebagai wakil katib syuriah PBNU. Di sini Gus Dur terlibat dalam diskusi dan perdebatan yang serius mengenai masalah agama, sosial dan politik dengan berbagai kalangan lintas agama, suku dan disiplin. Gus Dur semakin serius menulis dan bergelut dengan dunianya, baik di lapangan kebudayaan, politik, maupun pemikiran keislaman. Karier yang dianggap ‘menyimpang’-dalam kapasitasnya sebagai seorang tokoh agama sekaligus pengurus PBNU-dan mengundang cibiran adalah ketika menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada tahunn 1983. Ia juga menjadi ketua juri dalam Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1986, 1987.
Pada tahun 1984 Gus Dur dipilih secara aklamasi oleh sebuah tim ahl hall wa al-’aqdi yang diketuai K.H. As’ad Syamsul Arifin untuk menduduki jabatan ketua umum PBNU pada muktamar ke-27 di Situbondo. Jabatan tersebut kembali dikukuhkan pada muktamar ke-28 di pesantren Krapyak Yogyakarta (1989), dan muktamar di Cipasung Jawa Barat (1994). Jabatan ketua umum PBNU kemudian dilepas ketika Gus Dur menjabat presiden RI ke-4. Meskipun sudah menjadi presiden, ke-nyleneh-an Gus Dur tidak hilang, bahkan semakin diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat. Dahulu, mungkin hanya masyarakat tertentu, khususnya kalangan nahdliyin yang merasakan kontroversi gagasannya. Sekarang seluruh bangsa Indonesia ikut memikirkan kontroversi gagasan yang dilontarkan oleh K.H. Abdurrahman Wahid.
Presiden Kelima, Megawati (2001-2004)

Presiden Republik Indonesia ke-5, Megawati Soekarnoputri lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947. Sebelum diangkat sebagai presiden, beliau adalah Wakil Presiden RI yang ke-8 dibawah pemerintahan Abdurrahman Wahid. Megawati adalah putri sulung dari Presiden RI pertama yang juga proklamator, Soekarno dan Fatmawati. Megawati, pada awalnya menikah dengan pilot Letnan Satu Penerbang TNI AU, Surendro dan dikaruniai dua anak lelaki bernama Mohammad Prananda dan Mohammad Rizki Pratama.
Pada suatu tugas militer, tahun 1970, di kawasan Indonesia Timur, pilot Surendro bersama pesawat militernya hilang dalam tugas. Derita tiada tara, sementara anaknya masih kecil dan bayi. Namun, derita itu tidak berkepanjangan, tiga tahun kemudian Mega menikah dengan pria bernama Taufik Kiemas, asal Ogan Komiring Ulu, Palembang. Kehidupan keluarganya bertambah bahagia, dengan dikaruniai seorang putri Puan Maharani. Kehidupan masa kecil Megawati dilewatkan di Istana Negara. Sejak masa kanak-kanak, Megawati sudah lincah dan suka main bola bersama saudaranya Guntur. Sebagai anak gadis, Megawati mempunyai hobi menari dan sering ditunjukkan di hadapan tamu-tamu negara yang berkunjung ke Istana.
Wanita bernama lengkap Dyah Permata Megawati Soekarnoputri ini memulai pendidikannya, dari SD hingga SMA di Perguruan Cikini, Jakarta. Sementara, ia pernah belajar di dua Universitas, yaitu Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung (1965-1967) dan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972). Kendati lahir dari keluarga politisi jempolan, Mbak Mega — panggilan akrab para pendukungnya — tidak terbilang piawai dalam dunia politik. Bahkan, Megawati sempat dipandang sebelah mata oleh teman dan lawan politiknya. Beliau bahkan dianggap sebagai pendatang baru dalam kancah politik, yakni baru pada tahun 1987. Saat itu Partai Demokrasi Indonesia (PDI) menempatkannya sebagai salah seorang calon legislatif dari daerah pemilihan Jawa Tengah, untuk mendongkrak suara.
Masuknya Megawati ke kancah politik, berarti beliau telah mengingkari kesepakatan keluarganya untuk tidak terjun ke dunia politik. Trauma politik keluarga itu ditabraknya. Megawati tampil menjadi primadona dalam kampanye PDI, walau tergolong tidak banyak bicara. Ternyata memang berhasil. Suara untuk PDI naik. Dan beliau pun terpilih menjadi anggota DPR/MPR. Pada tahun itu pula Megawati terpilih sebagai Ketua DPC PDI Jakarta Pusat.
Tetapi, kehadiran Mega di gedung DPR/MPR sepertinya tidak terasa. Tampaknya, Megawati tahu bahwa beliau masih di bawah tekanan. Selain memang sifatnya pendiam, belaiu pun memilih untuk tidak menonjol mengingat kondisi politik saat itu. Maka beliau memilih lebih banyak melakukan lobi-lobi politik di luar gedung wakil rakyat tersebut. Lobi politiknya, yang silent operation, itu secara langsung atau tidak langsung, telah memunculkan terbitnya bintang Mega dalam dunia politik. Pada tahun 1993 dia terpilih menjadi Ketua Umum DPP PDI. Hal ini sangat mengagetkan pemerintah pada saat itu.
Proses naiknya Mega ini merupakan cerita menarik pula. Ketika itu, Konggres PDI di Medan berakhir tanpa menghasilkan keputusan apa-apa. Pemerintah mendukung Budi Hardjono menggantikan Soerjadi. Lantas, dilanjutkan dengan menyelenggarakan Kongres Luar Biasa di Surabaya. Pada kongres ini, nama Mega muncul dan secara telak mengungguli Budi Hardjono, kandidat yang didukung oleh pemerintah itu. Mega terpilih sebagai Ketua Umum PDI. Kemudian status Mega sebagai Ketua Umum PDI dikuatkan lagi oleh Musyawarah Nasional PDI di Jakarta.
Namun pemerintah menolak dan menganggapnya tidak sah. Karena itu, dalam perjalanan berikutnya, pemerintah mendukung kekuatan mendongkel Mega sebagai Ketua Umum PDI. Fatimah Ahmad cs, atas dukungan pemerintah, menyelenggarakan Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, untuk menaikkan kembali Soerjadi. Tetapi Mega tidak mudah ditaklukkan. Karena Mega dengan tegas menyatakan tidak mengakui Kongres Medan. Mega teguh menyatakan dirinya sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, sebagai simbol keberadaan DPP yang sah, dikuasai oleh pihak Mega. Para pendukung Mega tidak mau surut satu langkah pun. Mereka tetap berusaha mempertahankan kantor itu.
Soerjadi yang didukung pemerintah pun memberi ancaman akan merebut secara paksa kantor DPP PDI itu. Ancaman itu kemudian menjadi kenyataan. Pagi, tanggal 27 Juli 1996 kelompok Soerjadi benar-benar merebut kantor DPP PDI dari pendukung Mega. Namun, hal itu tidak menyurutkan langkah Mega. Malah, dia makin memantap langkah mengibarkan perlawanan. Tekanan politik yang amat telanjang terhadap Mega itu, mengundang empati dan simpati dari masyarakat luas.
Mega terus berjuang. PDI pun menjadi dua. Yakni, PDI pimpinan Megawati dan PDI pimpinan Soerjadi. Massa PDI lebih berpihak dan mengakui Mega. Tetapi, pemerintah mengakui Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Akibatnya, PDI pimpinan Mega tidak bisa ikut Pemilu 1997. Setelah rezim Orde Baru tumbang, PDI Mega berubah nama menjadi PDI Perjuangan. Partai politik berlambang banteng gemuk dan bermulut putih itu berhasil memenangkan Pemilu 1999 dengan meraih lebih tiga puluh persen suara. Kemenangan PDIP itu menempatkan Mega pada posisi paling patut menjadi presiden dibanding kader partai lainnya. Tetapi ternyata pada SU-MPR 1999, Mega kalah.
Tetapi, posisi kedua tersebut rupanya sebuah tahapan untuk kemudian pada waktunya memantapkan Mega pada posisi sebagai orang nomor satu di negeri ini. Sebab kurang dari dua tahun, tepatnya tanggal 23 Juli 2001 anggota MPR secara aklamasi menempatkan Megawati duduk sebagai Presiden RI ke-5 menggantikan KH Abdurrahman Wahid. Megawati menjadi presiden hingga 20 Oktober 2003. Setelah habis masa jabatannya, Megawati kembali mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilihan presiden langsung tahun 2004. Namun, beliau gagal untuk kembali menjadi presiden setelah kalah dari Susilo Bambang Yudhoyono yang akhirnya menjadi Presiden RI ke-6.








Presiden Keenam, Soesilo Bambang Yudhoyono (2004-2014)

Ini dia Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah presiden RI ke-6. Berbeda dengan presiden sebelumnya, beliau merupakan presiden pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat dalam proses Pemilu Presiden putaran II 20 September 2004. Lulusan terbaik AKABRI (1973) yang akrab disapa SBY ini lahir di Pacitan, Jawa Timur 9 September 1949. Istrinya bernama Kristiani Herawati, merupakan putri ketiga almarhum Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo.
Pensiunan jenderal berbintang empat ini adalah anak tunggal dari pasangan R. Soekotjo dan Sitti Habibah. Darah prajurit menurun dari ayahnya yang pensiun sebagai Letnan Satu. Sementara ibunya, Sitti Habibah, putri salah seorang pendiri Ponpes Tremas. Beliau dikaruniai dua orang putra yakni Agus Harimurti Yudhoyono (mengikuti dan menyamai jejak dan prestasi SBY, lulus dari Akmil tahun 2000 dengan meraih penghargaan Bintang Adhi Makayasa) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (lulusan terbaik SMA Taruna Nusantara, Magelang yang kemudian menekuni ilmu ekonomi).
Pendidikan SR adalah pijakan masa depan paling menentukan dalam diri SBY. Ketika duduk di bangku kelas lima, beliau untuk pertamakali kenal dan akrab dengan nama Akademi Militer Nasional (AMN), Magelang, Jawa Tengah. Di kemudian hari AMN berubah nama menjadi Akabri. SBY masuk SMP Negeri Pacitan, terletak di selatan alun-alun. Ini adalah sekolah idola bagi anak-anak Kota Pacitan. Mewarisi sikap ayahnya yang berdisiplin keras, SBY berjuang untuk mewujudkan cita-cita masa kecilnya menjadi tentara dengan masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) setelah lulus SMA akhir tahun 1968. Namun, lantaran terlambat mendaftar, SBY tidak langsung masuk Akabri. Maka SBY pun sempat menjadi mahasiswa Teknik Mesin Institut 10 November Surabaya (ITS).
Namun kemudian, SBY justru memilih masuk Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP) di Malang, Jawa Timur. Sewaktu belajar di PGSLP Malang itu, beliau mempersiapkan diri untuk masuk Akabri. Tahun 1970, akhirnya masuk Akabri di Magelang, Jawa Tengah, setelah lulus ujian penerimaan akhir di Bandung. SBY satu angkatan dengan Agus Wirahadikusumah, Ryamizard Ryacudu, dan Prabowo Subianto. Semasa pendidikan, SBY yang mendapat julukan Jerapah, sangat menonjol. Terbukti, belaiu meraih predikat lulusan terbaik Akabri 1973 dengan menerima penghargaan lencana Adhi Makasaya.
Pendidikan militernya dilanjutkan di Airborne and Ranger Course di Fort Benning, Georgia, AS (1976), Infantry Officer Advanced Course di Fort Benning, Georgia, AS (1982-1983) dengan meraih honor graduate, Jungle Warfare Training di Panama (1983), Anti Tank Weapon Course di Belgia dan Jerman (1984), Kursus Komandan Batalyon di Bandung (1985), Seskoad di Bandung (1988-1989) dan Command and General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas, AS (1990-1991). Gelar MA diperoleh dari Webster University AS. Perjalanan karier militernya, dimulai dengan memangku jabatan sebagai Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (Komandan Peleton III di Kompi Senapan A, Batalyon Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma, Kostrad) tahun 1974-1976, membawahi langsung sekitar 30 prajurit.
Batalyon Linud 330 merupakan salah satu dari tiga batalyon di Brigade Infantri Lintas Udara 17 Kujang I/Kostrad, yang memiliki nama harum dalam berbagai operasi militer. Ketiga batalyon itu ialah Batalyon Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma, Batalyon Infantri Lintas Udara 328/Dirgahayu, dan Batalyon Infantri Lintas Udara 305/Tengkorak. Kefasihan berbahasa Inggris, membuatnya terpilih mengikuti pendidikan lintas udara (airborne) dan pendidikan pasukan komando (ranger) di Pusat Pendidikan Angkatan Darat Amerika Serikat, Ford Benning, Georgia, 1975. Kemudian sekembali ke tanah air, SBY memangku jabatan Komandan Peleton II Kompi A Batalyon Linud 305/Tengkorak (Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad) tahun 1976-1977. Beliau pun memimpin Pleton ini bertempur di Timor Timur.
Sepulang dari Timor Timur, SBY menjadi Komandan Peleton Mortir 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977). Setelah itu, beliau ditempatkan sebagai Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978), Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981), dan Paban Muda Sops SUAD (1981-1982). Ketika bertugas di Mabes TNI-AD, itu SBY kembali mendapat kesempatan sekolah ke Amerika Serikat. Dari tahun 1982 hingga 1983, beliau mengikuti Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983 sekaligus praktek kerja-On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983. Kemudian mengikuti Jungle Warfare School, Panama, 1983 dan Antitank Weapon Course di Belgia dan Jerman, 1984, serta Kursus Komando Batalyon, 1985. Pada saat bersamaan SBY menjabat Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)
Lalu beliau dipercaya menjabat Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988) dan Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988), sebelum mengikuti pendidikan di Sekolah Staf dan Komando TNI-AD (Seskoad) di Bandung dan keluar sebagai lulusan terbaik Seskoad 1989. SBY pun sempat menjadi Dosen Seskoad (1989-1992), dan ditempatkan di Dinas Penerangan TNI-AD (Dispenad) dengan tugas antara lain membuat naskah pidato KSAD Jenderal Edi Sudradjat. Lalu ketika Edi Sudradjat menjabat Panglima ABRI, beliau ditarik ke Mabes ABRI untuk menjadi Koordinator Staf Pribadi (Korspri) Pangab Jenderal Edi Sudradjat (1993).
Lalu, beliau kembali bertugas di satuan tempur, diangkat menjadi Komandan Brigade Infantri Lintas Udara (Dan Brigif Linud) 17 Kujang I/Kostrad (1993-1994) bersama dengan Letkol Riyamizard Ryacudu. Kemudian menjabat Asops Kodam Jaya (1994-1995) dan Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995). Tak lama kemudian, SBY dipercaya bertugas ke Bosnia Herzegovina untuk menjadi perwira PBB (1995). Beliau menjabat sebagai Kepala Pengamat Militer PBB (Chief Military Observer United Nation Protection Force) yang bertugas mengawasi genjatan senjata di bekas negara Yugoslavia berdasarkan kesepakatan Dayton, AS antara Serbia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina. Setelah kembali dari Bosnia, beliau diangkat menjadi Kepala Staf Kodam Jaya (1996). Kemudian menjabat Pangdam II/Sriwijaya (1996-1997) sekaligus Ketua Bakorstanasda dan Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998) sebelum menjabat Kepala Staf Teritorial (Kaster) ABRI (1998-1999).
Sementara, langkah karir politiknya dimulai tanggal 27 Januari 2000, saat memutuskan untuk pensiun lebih dini dari militer ketika dipercaya menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid. Tak lama kemudian, SBY pun terpaksa meninggalkan posisinya sebagai Mentamben karena Gus Dur memintanya menjabat Menkopolsoskam. Pada tanggal 10 Agustus 2001, Presiden Megawati mempercayai dan melantiknya menjadi Menko Polkam Kabinet Gotong-Royong. Tetapi pada 11 Maret 2004, beliau memilih mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam. Langkah pengunduran diri ini membuatnya lebih leluasa menjalankan hak politik yang akan mengantarkannya ke kursi puncak kepemimpinan nasional. Dan akhirnya, pada pemilu Presiden langsung putaran kedua 20 September 2004, SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla meraih kepercayaan mayoritas rakyat Indonesia dengan perolehan suara di attas 60 persen. Dan pada tanggal 20 Oktober 2004 beliau dilantik menjadi Presiden RI ke-6.
Berikut ini data lengkap tentang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Nama : Jenderal TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono
Lahir : Pacitan, Jawa Timur, 9 September 1949
Agama : Islam
Jabatan : Presiden Republik Indonesia ke-6
Istri : Kristiani Herawati, putri ketiga (Alm) Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo
Anak : Agus Harimurti Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono
Ayah : Letnan Satu (Peltu) R. Soekotji
Ibu : Sitti Habibah

Pendidikan :
* Akademi Angkatan Bersenjata RI (Akabri) tahun 1973
* American Language Course, Lackland, Texas AS, 1976
* Airbone and Ranger Course, Fort Benning , AS, 1976
* Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983
* On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983
* Jungle Warfare School, Panama, 1983
* Antitank Weapon Course di Belgia dan Jerman, 1984
* Kursus Komando Batalyon, 1985
* Sekolah Komando Angkatan Darat, 1988-1989
* Command and General Staff College, Fort Leavenwort, Kansas, AS
* Master of Art (MA) dari Management Webster University, Missouri, AS

Karier :
* Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (1974-1976)
* Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad (1976-1977)
* Dan Tn Mo 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977)
* Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978)
* Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981)
* Paban Muda Sops SUAD (1981-1982)
* Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)
* Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988)
* Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988)
* Dosen Seskoad (1989-1992)
* Korspri Pangab (1993)
* Dan Brigif Linud 17 Kujang 1 Kostrad (1993-1994)
* Asops Kodam Jaya (1994-1995)
* Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995)
* Chief Military Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di Bosnia-Herzegovina (sejak awal November 1995)
* Kasdam Jaya (1996-hanya lima bulan)
* Pangdam II/Sriwijaya (1996-) sekaligus Ketua Bakorstanasda
* Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998)
* Kepala Staf Teritorial (Kaster ABRI (1998-1999)
* Mentamben (sejak 26 Oktober 1999)
* Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid)
* Menko Polkam (Pemerintahan Presiden Megawati Sukarnopotri) mengundurkan diri 11 Maret 2004

Alamat : Jl. Alternatif Cibubur Puri Cikeas Indah No. 2 Desa Nagrag Kec. Gunung Putri Bogor 16967


MUNGKIN masih banyak dari sobat-sobat yang beranggapan bahwa Indonesia hingga saat ini baru dipimpin oleh enam presiden, yaituSoekarno, Soeharto, B.J. Habibie, K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan kini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Namun hal itu ternyata keliru. Indonesia, menurut catatan sejarah, hingga saat ini sebenarnya sudah dipimpin oleh delapan presiden. Lho, kok bisa? Lalu siapa dua orang lagi yang pernah memimpin Indonesia?
Dua tokoh yang terlewat itu adalah Sjafruddin Prawiranegara dan Mr. Assaat. Keduanya tidak disebut, bisa karena alpa, tetapi mungkin juga disengaja. Sjafruddin Prawiranegara adalah Pemimpin Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) ketika Presiden Soekarno dan Moh. Hatta ditangkap Belanda pada awal agresi militer kedua, sedangkan Mr. Assaat adalah Presiden RI saat republik ini menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat (1949).
Pada tanggal 19 Desember 1948, saat Belanda melakukan agresi militer II dengan menyerang dan menguasai ibu kota RI saat itu di Yogyakarta, mereka berhasil menangkap dan menahan Presiden Soekarno, Moh. Hatta, serta para pemimpin Indonesia lainnya untuk kemudian diasingkan ke Pulau Bangka. Kabar penangkapan terhadap Soekarno dan para pemimpin Indonesia itu terdengar oleh Sjafrudin Prawiranegara yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kemakmuran dan sedang berada di Bukittinggi, Sumatra Barat.
Mr. Sjafruddin Prawiranegara

Untuk mengisi kekosongan kekuasaan, Sjafrudin mengusulkan dibentuknya pemerintahan darurat untuk meneruskan pemerintah RI. Padahal, saat itu Soekarno – Hatta mengirimkan telegram berbunyi, “Kami, Presiden Republik Indonesia memberitakan bahwa pada hari Minggu tanggal 19 Desember 1948 djam 6 pagi Belanda telah mulai serangannja atas Ibu Kota Jogjakarta. Djika dalam keadaan pemerintah tidak dapat mendjalankan kewajibanya lagi, kami menguasakan kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran RI untuk membentuk Pemerintahan Darurat di Sumatra”.
Namun saat itu telegram tersebut tidak sampai ke Bukittinggi. Meski demikian, ternyata pada saat bersamaan Sjafruddin Prawiranegara telah mengambil inisiatif yang senada. Dalam rapat di sebuah rumah dekat Ngarai Sianok Bukittinggi, 19 Desember 1948, ia mengusulkan pembentukan suatu pemerintah darurat (emergency government). Gubernur Sumatra Mr. T.M. Hasan menyetujui usul itu “demi menyelamatkan Negara Republik Indonesia yang berada dalam bahaya, artinya kekosongan kepala pemerintahan, yang menjadi syarat internasional untuk diakui sebagai negara”.
Pada 22 Desember 1948, di Halaban, sekitar 15 km dari Payakumbuh, PDRI “diproklamasikan” . Sjafruddin duduk sebagai ketua/presiden merangkap Menteri Pertahanan, Penerangan, dan Luar Negeri, ad. interim. Kabinatenya dibantu Mr. T.M. Hasan, Mr. S.M. Rasjid, Mr. Lukman Hakim, Ir. Mananti Sitompul, Ir. Indracahya, dan Marjono Danubroto. Adapun Jenderal Sudirman tetap sebagai Panglima Besar Angkatan Perang.
Sjafruddin menyerahkan kembali mandatnya kepada Presiden Soekarno pada tanggal 13 Juli 1949 di Yogyakarta. Dengan demikian, berakhirlah riwayat PDRI yang selama kurang lebih delapan bulan melanjutkan eksistensi Republik Indonesia.
Mr. Assaat

Dalam perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) yang ditandatangani di Belanda, 27 Desember 1949 diputuskan bahwa Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS). RIS terdiri dari 16 negara bagian, salah satunya adalah Republik Indonesia. Negara bagian lainnya seperti Negara Pasundan, Negara Indonesia Timur, dan lain-lain.
Karena Soekarno dan Moh. Hatta telah ditetapkan menjadi Presiden dan Perdana Menteri RIS, maka berarti terjadi kekosongan pimpinan pada Republik Indonesia.
Assaat adalah Pemangku Sementara Jabatan Presiden RI. Peran Assaat sangat penting. Kalau tidak ada RI saat itu, berarti ada kekosongan dalam sejarah Indonesia bahwa RI pernah menghilang dan kemudian muncul lagi. Namun, dengan mengakui keberadaan RI dalam RIS yang hanya beberapa bulan, tampak bahwa sejarah Republik Indonesia sejak tahun 1945 tidak pernah terputus sampai kini. Kita ketahui bahwa kemudian RIS melebur menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia tanggal 15 Agustus 1950. Itu berarti, Assaat pernah memangku jabatan Presiden RI sekitar sembilan bulan.
Nah sobat Percil, dengan demikian, SBY adalah presiden RI yang ke-8.
Urutan Presiden RI adalah sebagai berikut: Soekarno (diselingi oleh Sjafruddin Prawiranegara dan Assaat), Soeharto, B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono.

Sabtu, 18 Januari 2014

PROSES PERJUANGAN KEMERDEKAAN FILIPINA (1751-1946)



PROSES PERJUANGAN KEMERDEKAAN FILIPINA (1751-1946)
2.1  Latar Belakang Proses Penjajahan di Filipina
Filipina adalah sebuah negara republik di Asia Tenggara, sebelah utara Indonesia dan Malaysia. Filipina merupakan sebuah negara kepulauan. Negara ini terdiri dari 7.107 pulau, Filipina seringkali dianggap sebagai satu-satunya negara Asia Tenggara di mana pengaruh budaya Barat terasa sangat kuat (Spanyol dan Amerika Serikat).
Filipina adalah negara paling maju di Asia setelah Perang Dunia II, namun sejak saat itu telah tertinggal di belakang negara-negara lain akibat pertumbuhan ekonomi yang lemah, hal ini diakibatkan oleh penyitaan kekayaan yang dilakukan pemerintah, korupsi yang luas, dan pengaruh-pengaruh neo-kolonial. Saat ini Filipina mengalami pertumbuhan ekonomi yang moderat, yang banyak disumbangkan dari pengiriman uang oleh pekerja-pekerja Filipina di luar negeri dan sektor teknologi informasi yang sedang tumbuh pesat.

Provinsi dan wilayah di Filipina
Masalah-masalah besar yang timbul di negara ini termasuk gerakan separatis muslim di sebelah selatan Mindanao, pemberontak-pemberontak dari Tentara Rakyat Baru (New People's Army) yang beraliran komunis di wilayah-wilayah pedesaan, kebijakan-kebijakan pemerintah yang sering tidak konsisten, tingkat kejahatan yang makin meningkat, dan kerusakan lingkungan seperti penebangan hutan dan polusi laut. Filipina juga mengalami masalah banyaknya penduduk di daerah-daerah perkotaan akibat kurangnya lapangan pekerjaan di wilayah pedesaan dan tingkat kelahiran yang tinggi.
Pada tahun Oktober 1762 sampai Mei 1764 Inggris menduduki Manila. Pendudukan Inggris di Manila itu merupakan suatu kejadian didalam perang tujuh tahun. Pemerintah Inggris mengharapkan pendudukan tersebut untuk menghasilkan rampasan amat besar dan melakukan pengrusakan yang serius kepada perdagangan Spanyol di Pasifik, tetapi tidak mempertimbangkan untuk tetap menguasainya sesudah perang tersebut. Mereka secara pasti bertujuan untuk mendesak Spanyol dari laut-laut China di dalam meluaskan perdagangan sendiri di situ, maka menganggab bahwa penggabungannya pulau Mindanao dapat merupakan bantuan terbesar untuk maksud tersebut. Tetapi berita tentang penguasaan kota Manila itu tidak mencapai Eropa pada waktu hasil perundingan-perundingan di Paris tercapai, maka East India Company (EIC) tetap dicagah untuk menggunakan Manila sebagai suatu penghalang perdagangan. Manila diserahkan kembali kepada Spanyol dan uang tebusan sebesar 4 juta dollar dijanjikan oleh pengusa Spanyol bila kota itu diserahkan tetapi ditolak oleh Madrid. Akibat dari pendudukan Inggris di Filipina tersebut sebaliknya tersebar luas. Perhatian dunia jadi difokuskan kepada Manila untuk pertama kalinya, selama beberapa bulan Manila dibuka untuk perdagangan asing maka pedagang Inggris dan pedagang asing lainnya bertandatangan ntuk menyelidiki kemungkinan-kemungkinannya sebagai pusat perdagangan. Lebih penting lagi gampangnya kota itu direbut telah mengakibatkan hancurnya prestige militer Spanyol untuk selamanya, sehingga pemberontakan-pemberontakan meletus di mana-mana.
Ditinjau dari sejarahnya, Filipina dipercaya telah dimulai dengan kedatangan manusia pertama lewat jembatan darat paling tidak 30.000 tahun yang lalu. Kedatangan pertama orang-orang Barat yang tercatat adalah kedatangan Ferdinand Magellan di Pulau Homonhon, di tenggara Samar pada 16 Maret 1521. Sebelum kedatangan Magellan, terdapat suku-suku Negrito yang menjelajahi pulau-pulau Filipina, namun mereka kemudian digantikan oleh orang-orang Austronesia. Kelompok-kelompok tersebut dapat digolongkan menjadi suku pemburu dan peramu, masyarakat kesatria, plutokrasi kecil, dan kerajaan maritim, yang kemudian tumbuh menjadi kerajaan, konfederasi dan kesultanan. Negara-negara prakolonial itu contohnya kerajaan Butuan, Cebu, Tondo, Maysapan, Maynila, konfederasi Madyaas, Negeri Mai, dan kesultanan Sulu serta Maguindanao. Negara-negara kecil ini berkembang paling tidak sejak abad ke-10. Meskipun kerajaan-kerajaan ini mencapai tatanan politik dan sosial yang rumit, serta melakukan perdagangan dengan daerah-daerah yang sekarang menjadi Cina, India, Jepang, Thailand, Vietnam dan Indonesia, tidak ada yang berhasil menyatukan kepulauan yang sekarang menjadi Filipina di abad ke-20.
Pada tahun 1521, ketika orang Portugis dan Spanyol bertemu di Maluku, timbul perselisihan antara keduanya. Bangsa zSpanyol dan Portugis saling menuduh, bahwa lawannya melanggar isi perjajnian Tordessilas (1494). Perselisihan ini kemudian dapat diakhiri dengan ditandatangani Perjanjian Saragosa (1529), yang menetukan batas timur antara wilayah kekuasaan Portugis dan Spanyol yaitu garis meridian yang melalui kepulauan Jailolo. Namun demikian, Spanyol tetap mengklaim bahwa daerah kepulauan (sekarang Filipina) adalah wilayah kekuasaannya karena merekalah yang pertama kali menemukannya. Mereka berusaha menduduki daerah itu. Pada tahun 1542 Ruy Lopez de Villaloboz berangkat dari Meksiko untuk menaklukkan daerah tersebut. Dialah yang memberikan nama “Philippines” sebagai penghormatan kepada Raja Spanyol yaitu Raja Phillips II.
Ekspedisi kedua dikirim pada tahun 1562 di bawah pimpinan Miguel Lopez de Legazpi. Berangkat dari Meksiko dengan pasukannya yang kuat. Perang berlangsung antara tahun 1565-1572. Perang ini berakhir dengan penaklukkan tiga kerajaan Islam yang belum lama didirikan di Manila yaitu Raja Sulaiman, Raja Matarda dan Raja Lakandula. Raja Matarda dan Raja Lakandula lebih dulu tunduk kepada Spanyol dan kemudian memeluk agama Kristen, sedangkan Raja Sulaiman melawan sampai gugur.
Akhirnya Spanyol lah yang berhasil menguasai Filipina, hal ini dibuktikan dengan kedatangan ekspedisi Miguel López de Legazpi pada tahun 1565, yang mendirikan pemukiman San Miguel di pulau Cebu dan lebih banyak lagi pemukiman ke utara, mencapai teluk Manila di pulau Luzon pada tahun 1571. Di Manila, mereka mendirikan kota baru dan dengan demikian memulai era penjajahan imperium Spanyol, yang berlangsung lebih dari tiga abad.
Tujuan penjajahan Spanyol di Filipina adalah:
1.  Ingin menguasai perdagangan rempah-rempah
2.  Ingin mengadakan hubungan dengan Cina dan Jepang dalam rangka menjalin hubungan dagang yang luas
3. Menyebarkan agama Nasrani
Atas dasar di atas itulah yang melatar belakangi bangsa Spanyol menginjakkan kakinya di tanah Filipina. Namun dalam proses perkembangannya dari tujuan tersebut, hanya tujuan yang ketiga yang dapat dicapai. Hal ini disebabkan oleh hal-hal berikut:
   Filipina tidak menghasilkan rempah-rempah, namun hanya menjadi bandar transito. Spanyol berusaha untuk menutupi kekurangan ini dengan mencoba mengeksploitasi emas dan ternyata kawasan ini juga tidak menghasilkan emas. Akhirnya Spanyol berusaha meningkatkan posisi Manila sebagai Bandar transito yang penting di Asia Tenggara. Namun ketika Inggris membangun Hongkong (1842) kedudukan Manila sebagai Bandar transito jatuh.
   Upaya Spanyol untu menjalin hubungan dagang dengan Jepang dan Cina gagal karena keduanya menjalankan isolasi.
   Tujuan yang ketiga ini yang tercapai. Penyebaran agama Nasrani di Filipina paling berhasil dibandingkan dengan penyebaran agama Nasrani di bagian Asia Tenggara lainnya. Mungkin disebabkan penyebaran agama Islam di Filipina sebelah Utara belum meluas. Banyak diantara penduduk asli menganut animisme dan dinamisme.
Bangsa Spanyol menguasai dan menjajah Filipina dengan sistem kuno, yaitu Gospel (Penyebaran agama), Gold (Emas), dan Glory (kejayaan). Penyebaran agama Roma Katolik mendapat bantuan dari pemerintah spanyol sebagian besar penduduk Filipina memeluk agama Roma Katolik hanya Filipina bagian selatan tidak dapat dipengaruhi dan tetap memeluk agama Islam (Moros). Biara-biara Roma Katolik muncul dimana-mana yang akhirnya menguasai sebagian besar tanah-tanah di Filipina. Para petani tidak dapat berbuat apa-apa karena biara-biara itu mendapatkan jaminan dan perlindungan dari pemerintah jajahan Spanyol.

2.2  Proses Penjajahan di Filipina
Pada awal penjajahan Spanyol di Filipina hanya terdapat satu lembaga kehidupan masyarakat yaitu “barangai”, suatu kumpulan keluarga dalam lingkungan pengaturan kehidupan masyarakat yang bersifat lokal. Setalah kedatangan bangsa Spanyol Barangai dijadikan sebagai unit pemerintahan lokal di bawah “cabeza”. Pemimpin cabeza ini secara turun-temurun  mempunyai hak-hak istimewa dibandingkan dengan jabatan-jabatan yang lainnya, yaitu bertanggung jawab atas pajak dan pelaksanaan pemerintahan.
Sedangkan jabatan di atas cabeza adalah “Pueblo” khususnya Bandar-bandar pelabuhan yang diperintah oleh Gobernadorcillo yang biasa dipanggil “capitan”. Capitan tersebut dipilih secara demokratis di kalangan orang-orang Spanyol. Di samping itu, dibentuk pula badan perbendaharaan rakyat yang disebut Caja de Cominad. Badan ini kedudukannya sangat kuat, karena dilindungi oleh “Audencia” (Dewan Rakyat di Spanyol) tugasnya adalah menghadapi dan mengatasi kesulitan-kesulitan dalam bidang ekonomi.
Dalam pelaksanaan pemerintahan pada umunya Filipina dikuasai oleh dua bentuk pemerintahan, yaitu:
            Pemerintahan Sipil, yang dipimpin oleh Gubernur Jendral
            Pemerintahan Gereja, yang dipimpin oleh seorang Uskup
Kedua pemerintahan itu mempunyai kedudukan yang seimbang. Dalam hal-hal tertentu pemerintahan gereja lebih besar pengaruhnya. Pada waktu Spanyol menghadapi perang Delapan Puluh tahun 1468-1648 melawan Belanda, akibatnya terasa di Filipina Belanda mengancam kedudukan Spanyol di Filipina. Untuk membiayai peperangan ini, pemerintahan jajahan Spanyol di Filipina melaksanakan sistem penindasan sebagai berikut:
            Pelaksanaan sistem “Polo”, semua orang, kecuali pembesar dan anak sulung harus bersedia menjadi buruh, pekerjaannya cukup berat, gaji jarang di bayar. Kepadanya hanya diberikan beras untuk menyambung hidup.
            Sistem “Vancala”, semua orang Filipina (petani) dipaksa menjual hasil buminya kepada pemerintah yang membayarnya dengan surat perjanjian utang dari pemerintah. Sistem ini sangat menindas kehidupan petani (Ahmad, Abu Thalib. 1991: 132).
Selain itu Pemerintahan Spanyol di Filipina juga berusaha mencapai penyatuan politik  seluruh kepulauan, yang sebelumnya terdiri atas berbagai kerajaan dan komunitas merdeka, namun hal ini tidak berhasil. Penyatuan Filipina baru berhasil pada abad ke-20. Spanyol memperkenalkan percetakan versi Eropa Barat, dan kalender Gregorian, dan juga cacar, penyakit kelamin, lepra, perang dengan senjata api. Hindia Timur Spanyol diperintah dan diadministrasi sebagai bagian Kerajamudaan Spanyol Baru dari Meksiko dari 1565 sampai 1821, dan diadministrasi langsung dari Madrid dari tahun 1821 sampai akhir Perang Spanyol-Amerika di tahun 1898, kecuali pada selang singkat pendudukan Britania di Filipina (1762-1764). Orang-orang Cina, Britania, Portugis, Belanda, Jepang dan pedagang pribumi mengeluh bahwa Spanyol menekan perdagangan dengan pemberlakuan monopoli Spanyol. Misionaris Spanyol mencoba mengkristenkan penduduk dan umumnya sukses di dataran rendah utara dan tengah, pada akhirnya. Mereka mendirikan sekolah, universitas, dan rumah sakit, terutama di Manila dan pemukiman benteng-benteng Spanyol.
Kedudukan pemerintahan Spanyol di Filipina sangat kuat karena hal-hal yang menyangkut keagamaan dianggap lebih penting dari pada yang lainnya. Maka terhadap pemerintahan agama inilah bangsa Filipina mengarahkan serangannya untuk membebaskan diri. Sedang pemerintahan sipil, sebagaimana dengan sistem pemerintahan bangsa-bangsa Eropa atau bangsa-bangsa penjajah lainnya, untuk memenuhi kepentingan kaum penjajah, mereka selalu melakukan tindakan penindasan dan pemerasan, begitu juga yang terjadi terhadap rakyat Filipina.
Bangsa Spanyol menduduki Filipina karena menurut perkiraannya kepulauan Filipina memiliki kekayaan dari kerajaan-kerajaan kuno seperti halnya kerajaan-kerajaan kuno di Amerika. Ketika yang mereka cari namun tidak berhasil ditemukan, maka bangsa Spanyol bermaksud menjadikan kota Manila sebagai pusat perdagangan di Asia. Manila akhirnya menjadi gudang rempah-rempah sehingga kapal-kapal Eropa tinggal membeli dan membawanya kembali ke Eropa tanpa susah payah mendapatkannya. Manila maju dengan pesatnya lebih-lebih dengan majunya tanah-tanah jajahan Amerika, Manila menjadi pelabuhan perantara ke tanah-tanah jajahannya di Asia lainnya.
Pada abad ke-19, aktivitas perekonomian di Manila mengalami kemerosotan. Hal ini disebabkan dengan munculnya imperialisme Inggris yang mulai bergerak ke Asia Tenggara dan Asia Timur Singapura dan Hongkong dikuasainya serta Cina menjadi tanah harapan bagi imperialisme barat.
Sejak terbukanya Jepang, perhatian bangsa-bangsa barat ( Eropa-Amerika Serikat) tertuju kepada Jepang sehingga perdagangan Manila mengalami kemerosotan, sejak saat itu pula pemerintahan jajahan spanyol di Filipina mulai runtuh dari dalam perdagangan. Makin lama makin jatuh ke tangan orang-orang Cina yang semakin banyak datang ke Filipina.
2.3  Bentuk-bentuk perjuangan untuk Mencapai Kemerdekaan
Penentangan adat resam dan penindasan kerajaan Spanyol ini telah mencetuskan pemberontakan Basi. Pemberontakan ini dapat disamakan dengan peristiwa “Whisky Rebellion” di Amerika Syarikat pada tahun 1794.
            Pemberontakan ini melibatkan golongan tentara Filipina yg tidak puas hati dengan amalan diskriminasi tentara Spanyol terhadap tentara Filipina. Mereka dibedakan dari segi gaji, taraf jawatan dan pekerjaan, layanan dan peluang kenaikan pangkat. Ini terbukti apabila tentara Filipina diberi gaji yang rendah, layanan yang buruk dan tidak berpeluang menjawat jawatan yang lebih tinggi berbanding tentara Spanyol. Dalam pemberontakan ini tentera Filipina hampir menawan Manila. Pemberontakan ini sebenarnya satu usaha untuk mengembalikan maruah tentera Filipina yang ditindas agar setanding dengan tentara berbangsa Spanyol.
            Pemberontakan Tayabas merupakan pemberontakan golongan paderi-paderi Filipina menentang paderi Spanyol. Pemberontakan ini disebabkan amalan diskriminasi dikalangan paderi Sepanyol dgn paderi Filipina. Paderi-paderi Spanyol diberi berbagai kemudahan, keistimewaan dan memegang jawatan yang tinggi dalam gereja sedangkan paderi berbangsa Filipina diketepikan dan tidak dibenarkan menduduki jawatan penting dalam gereja. Gerakan ini dipimpin oleh paderi Apolinario de La Cruz Beliau mencoba menumbuhkan persatuan Gereja St.Joseph yang ahlinya terdiri daripada orang-orang Filipina sahaja. Namun cubaan Cruz mendapat tentangan daripada gereja Katolik.Cruz kemudiannya telah menubuhkan gerejanya sendiri dan melantik dirinya sebagai ketua Cruz juga tidak dibenarkan belajar di gereja katolik sebagai langkah menghalang peluasan kuasa paderi Filipina. Cruz telah menumbuhkan pertumbuhan agama yang dikenali sebagai Confrdia de San Jose yang bertujuan menghalang diskriminasi penguasa Sepanyol dlm gereja. Pertumbuhan ini diharamkan oleh Sepanyol bagi menghalang bergerak aktif dan mempengaruhi paderi-paderi lain. Pemberontakan ini tamat apabila Cruz dihukum bunuh dan penyokong-penyokongnya disingkirkan daripada gereja.
            Pemberontakan Cavite pada tahun 1872 adalah bercorak nasionalisma. Pemberontakan bersenjata ini berlaku di gudang senjata di Cavite. Ia dianggotai 200 orang askar diketuai oleh sarjan Lamadrid untuk menentang pegawai-pegawai Spanyol. Gerakan ini gagal kerana kekurangan senjata dan kekuatan tentera mereka tidak setanding tentera Sepanyol. Dalam pemberontakan tersebut, 41 org telah dihukum bunuh termasuk 3 orang paderi berbangsa Filipina iaitu Jose Burgos, Mariano Gomez dan Jancita Zamora. Pembunuhan 3 orang paderi ini merupakan satu tindakan kejam kerana mereka tidak terlibat langsung dalam pemberontakan ini. Peristiwa ini telah menyemarakan perasaan anti-Spanyol yang menyeluruh sehingga melahirkan golongan yang ingin membebaskan bangsa mereka.
Kebanyakan ahlinya merupakan pelajar Filipina yang menuntut di Spanyol. Gerakan ini wujud sejak tahun 1882. Gerakan ini disertai oleh golongan profesional. Antaranya termasuklah Dr.Jose Rizal, Lopez Jaena dan Marcelo del Pilar. Perjuangan mereka melalui media massa yang cuba mendedahkan kezaliman kerajaan Spanyol serta perjuangan menuntut hak persamaan taraf antara pegawai Filipina dengan pegawai Spanyol. Gerakan propaganda disalurkan melalui akhbar La Solidaridad.
Revolusi Filipina melawan Spanyol dimulai pada April 1896, yang berpuncak di dua tahun kemudian dengan proklamasi kemerdekaan dan pendirian Republik Pertama Filipina. Namun Traktat Paris, pada akhir perang Spanyol-Amerika, memindahkan kendali atas Filipina kepada Amerika Serikat. Perjanjian ini tidak diakui oleh pemerintah Filipina, yang pada 2 Juni 1899, menyatakan perang terhadap Amerika Serikat.
Gerakan revolusi Filipina didasari oleh munculnya gerakan nasionalisme disebabkan oleh beberapa faktor:
a.             Keinginan untuk membebaskan diri dari kekangan agama Roma Katolik dan mengembalikan hak atas tanah-tanah pertanian kepada para petani dengan menghapuskan sistem sewa tanah yang dilakukan olah para petani kepada biara-biara.
b.            Tindakan pemerintah jajahan Spanyol yang kolot dan kejam menuntut kebebasan mengeluarkan pendapat.
c.             Timbulnya golongan pelajar, golongan pelajar ini melihat kepincangan-kepincangan kolonialisme Spanyol sehingga timbul keinginan mereka untuk merdeka.
d.            Terbukanya terusan Suez mempermudah hubungan antara Eropa dengan Asia. Orang-orang Filipina banyak yang belajar ke Eropa, dan setelah kembali langsung mengobarkan semangat nasionalisme.
e.             Perang kemerdekaan Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan terhadap Spanyol membuka mata bangsa Filipina untuk membebaskan diri dari penjajah Bangsa Spanyol dan mencapai kemerdekaannya.
Dengan sebab-sebab tersebut di atas, maka gerakan nasionalisme pertama kali muncul di Filipina dipelopori oleh kalangan mahasiswa di Manila pada tahun 1880, mereka mendirikan gerakan gelap yang disebut dengan nama Compenerismo (yang artinya persahabatan). Tujuan gerakan itu adalah mengusahakan pendidikan yang patriotis (semacam gerakan budi utomo di Indonesia).
Setelah munculnya gerakan itu, pada tahun 1892 Jose Rizal juga membentuk gerakan gelap yang disebut dengan Liga Filipina. Tujuan Liga Filipina adalah:
         Mempersatukan seluruh Filipina untuk menentang ketidakadilan dari pemerintahan jajahan Spanyol. Jose Rizal merupakan seorang pelopor kemerdekaan dan pahlawan Nasional Filipina.
          Menentang ketidakadilan dan kekejaman
         Mewujudkan kesatuan antara pulau-pulau Filipina
         Sentiasa membuat kajian dan menjalankan perubahan
         Menggalakkan kemajuan dalam segala bidang. Perjuangan bersifat sederhana dan secara aman.
Jose Rizal juga seorang Filipina yang dapat menjadi dokter ahli filsafat, ahli sastra dan yang telah mengunjungi Spanyol. Prancis, Jerman, Inggris. Selain itu dia juga menulis buku yang terkenal dan mengemparkan pemerintahan Spanyol di Filipina judul bukunya Noli Me Tangere (jangan menyentuh aku). Dalam buku itu, tercantum di dalamnya dengan keras mengkritik kaum gereja dan pemerintahan kolonial Spanyol di Filipina. Karena itu, kemudian dia ditangkap dan diasingkan namun setelah dibebaskan dia tetap melanjutkan usahanya untuk membebaskan bangsa Filipina dan memimpin gerakan-gerakan rahasia antara lain Liga Filipina, sampai akhirnya ia di tangkap lagi pada tanggal 30 September 1896 atas tuduhan ikut dalam pemberontakan Katipuna terhadap Spanyol. Ia dijatuhi hukuman mati tanggal 30 Desember 1896.
Sementara itu pada tahun 1893, ketika Jose Rizal diasingkan para pemimpin kemerdekaan Filipina lainnya mengangap bahwa jalan damai sudah tidak mungkin berhasil, sehingga muncul pemberontakan bersenjata. Pemberontakan bersenjata ini lebih dikenal dengan gerakan Katipuna yang didirikan oleh Andres Bonifacio. Gerakan Katipuna melakukan pemberontakan pada tahun 1896, tetapi mengalami kegagalan.
Selanjutnya pada tahun 1896, Emilio Aguinaldo meneruskan pemberontakan Katipuna pemerintahan Kolonial Spanyol tidak dapat menindasnya, bahkan makin lama pemberontakan makin berkobar. Akhirnya, pemerintahan kolonial Spanyol mengadakan perjanjian dengan Aguinaldo yang isinya pemerintahan kolonial Spanyol akan mengadakan perbaikan pemerintahan dalam waktu 3 tahun. Tetapi Aguinaldo dan pemimpin lainnya harus meninggalkan Filipina yaitu ke Hongkong. Aguinaldo meninggalkan Filipina dan pemberontakan berhenti. Tetapi dengan pecahnya perang Amerika-Spanyol tahun 1898, Aguinaldo muncul kembali. Dia memihak Amerika karena mengira bahwa Amerika akan menghancurkan kolonialisme Spanyol di Filipina dan memberikan kemerdekaan kepada Filipina.
Aguinaldo memproklamasikan kemerdekaan Filipina tanggal 12 Juni 1898.Kemudian dia menggempur tentara kolonial Spanyol. Hampir seluruh Filipina dapat dikuasai oleh Aguinaldo dan hanya Manila yang masih dikuasai Spanyol. Aguinaldo bersama-sama dengan tentara Amerika melakukan serangan terhadap Manila. Manila jatuh pada tanggal 13 Agustus 1898 dan tanggal 10 Desember 1898 secara resmi Spanyol menyerahkan Filipina kepada Amerika Serikat.
Dengan lenyapnya imperialisme Spanyol di Filipina, bukan berarti Filipina bebas dari cengkraman kaum imperialis. Hal ini disebabkan karena Amerika Serikat yang tadinya memberikan bantuan kepada Filipina untuk mengusir Spanyol berbalik dan bermaksud menguasai Filipina. Dengan kata lain, Amerika Serikat juga menjadi bangsa imperialis yang ingin menjajah Filipina. Melihat kejayaan ini, Aguinaldo protes dan tetap memegang teguh pada kemerdekaan Filipina. Undang-undang Dasar dibentuk dan Aguinaldo bertindak sebagai presiden (1898). Aguinaldo segera mengobarkan perjuangan untuk menentang Amerika Serikat. Dua tahun lamanya dia bertempur melawan Amerika Serikat, tetapi musuh terlampau kuat. Pada tahun 1901 Amerika Serikat dengan menjalankan tipu muslihatnya berhasil menangkap Aguinaldo, tetapi pasukan Gerilyanya tetap meneruskan perjuangannya sampai tahun 1902.
 Perang Filipina-Amerika yang kemudian terjadi berakibat korban dalam jumlah besar. Presiden Filipina Emilio Aguinaldo ditangkap pada tahun 1901 dan pemerintah Amerika Serikat (AS) menyatakan konflik berakhir secara resmi pada tahun 1902. Para pemimpin Filipina pada umumnya menerima bahwa AS telah menang, namun permusuhan terus berlanjut dan baru mulai berkurang tahun 1913. Pemerintahan kolonial AS dimulai tahun 1905 dengan otonomi lokal sangat terbatas. Otonomi parsial (status persemakmuran) diberikan pada tahun 1935, dengan kemerdekaan penuh dari AS direncanakan pada tahun 1946. Persiapan untuk negara yang berdaulat sepenuhnya diinterupsi oleh pendudukan Kekaisaran Jepang selama Perang Dunia II.
Ketika Jepang Menyerah di Perang Pasifik berdampak pada Filipina, orang-orang mengalami kelaparan, banyak korban-korban yang meninggal dunia akibat dari Perang Dunia ke II, selain itu juga terjadi inflasi melonjak yang disebabkan oleh uang yang di edarkan Jepang di Filipina menjadi 800% dari nilai sebelum perang. Dengan keadaan tersebut Amerika Serikat berbuat banyak untuk meringankan penderitaan dan kesengsaraan rakyat Filipina. Dengan menegakkan kembali tataran perekonomian, pembukaan kembali sekolah-sekolah dan sarana komunikasi dihidupkan kembali.
Pada tanggal 23 April 1946 diselenggarakan pemilihan umum pertama di Filipina, kaum petani di daerah Luzou Tengah mendukung partai Demokratic Alliance Party dengan calon ketua Luis Taruc dan wakil Jesus Lava. Namun mereka ditolak untuk menjadi presiden dan wakil presiden, hal ini disebabkan karena adanya tuduhan telah menggunakan penggelapan uang dan kekerasan untuk memenangkan pemilihan.
Pada akhirnya terpilihlah Manuel Roxas menjadi presiden pertama Negara Filipina dengan Wakilnya Elpidio Quirino. Kemerdekaan Republik Filipina di resmikan oleh mereka sendiri pada tanggal 4 Juli 1946. Dengan demikian berakhirlah perjuangan mencapai kemerdekaan Bangsa Filipina, setelah  kurang lebih 5 abad dijajah oleh bangsa Barat akhirnya Negara Filipina berhasil memperoleh kemerdekaannya.

Total Tayangan Halaman

Translate

Pages - Menu